Gambar Hiasan Dari kesan Kerosakan
Ya’juj dan Ma’juj
Ya’juj dan Ma’juj merupakan salah satu tanda besar akan tibanya hari
kiamat, yakni setelah terbunuhnya Dajjal oleh Nabi Isa AS. Namun Ya’juj
dan Ma’juj itu sendiri telah ada jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad
SAW.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj merupakan
jenis, bangsa atau ras manusia juga yang diturunkan dari salah cucu Nabi
Nuh AS, Sanaf bin Yafits bin Nuh, hanya saja tidak diketahui pasti pada
generasi yang ke berapa. Yang jelas, bangsa atau ras Ya’juj dan Ma’juj
ini mempunyai agresivitas tinggi, yang sifatnya sangat merusak dan
menganggu kehidupan manusia lainnya. Mereka suka menyerang dan merampok
bangsa-bangsa di sekitarnya, dan bertindak sangat kejamnya, sehingga
menjadi momok dan ancaman bagi masyarakat sekitarnya.
‘Rekaman’
paling sahih tentang keberadaan Ya’juj dan Ma’juj ini terdapat dalam QS
Al Kahfi ayat 92 hingga 98, yang merupakan bagian dari kisah
Dzul-Qarnain. Sedang munculnya menjelang kiamat, setelah terbebasnya
Ya’juj dan Ma’juj ini dari dinding baja yang dibuat Dzul-Qarnain,
disitir dalam QS Al Anbiya ayat 96. Beberapa hadits tentang tanda-tanda
kiamat, juga menjelaskan tentang keberadaan Ya’juj dan Ma’juj ini.
Dzul-Qarnain, atau dikenal dengan nama Iskandar Zulkarnain, dalam
sejarah terkadang dihubungkan (disamakan) dengan nama Iskandar dari
Macedonia atau The Great Alexander, bukanlah seorang Nabi atau Rasul,
tetapi seseorang yang memiliki keutamaan dan prestasi luar biasa
sehingga namanya diabadikan dalam Al Qur’an. Sebagian riwayat
menyebutkan ia hidup pada masa Nabi Isa AS, tetapi ada juga yang
menyebutkan sebelumnya, yakni sekitar tahun 300 sebelum Masehi. Ada juga
pendapat yang menyebutkan ia hidup sekitar 1500 sebelum Hijriah, atau
900 sebelum Masehi, Wallahu A’lam.
Allah memberikan kepada
Dzul-Qarnain keimanan, kecerdasan, kekuatan dan kekuasaan, serta pasukan
yang sangat kuat. Ia bisa menaklukkan dan menyatukan wilayah barat
(Afrika) hingga wilayah di timur (India), menghapuskan segala macam
kedzaliman dan menebarkan keimanan serta kedamaian di wilayah-wilayah
tersebut. Kemudian Dzul-Qarnain melanjutkan misinya ke arah utara hingga
tiba di suatu negeri yang bergunung-gunung. Ada yang menyebutkan itu di
wilayah Turki, atau wilayah Azerbaijan atau Armenia sekarang ini.
Dzul-Qarnain kesulitan melakukan komunikasi dengan penduduk di daerah
itu karena mempunyai bahasa yang berbeda, tetapi akhirnya ia memahami
kalau masyarakat di sana sering mengalami gangguan dan ancaman dari
bangsa Ya’juj dan Ma’juj yang berdiam di antara gunung-gunung yang
menjulang tinggi. Mereka berkata: "Hai Dzul-Qarnain, sesungguhnya Ya'juj
dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka
dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu
membuat dinding antara kami dan mereka?"
Sejak awal melakukan
‘muhibah’ ke segala penjuru bumi, Dzul-Qarnain mempunyai misi untuk
menyebarkan kebaikan dan keamanan semata-mata karena mengharap keridhoan
Allah, tidak karena ambisi kekuasaan, kekayaan dan nama besar. Karena
itu ia berkata, “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku
terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan
(manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan
mereka!!”
Dzul-Qarnain mulai menggerakkan pasukannya untuk membuat
proyek dinding atau bendungan yang akan menutup akses Ya’juj dan Ma’juj
keluar dari wilayahnya, dengan bantuan penduduk setempat. Ia meminta
mereka untuk mengumpukan potongan-potongan besi dan tembaga sebagai
bahan pembuatannya. Sebagian ulama menyebutkan, dinding atau bendungan
itu terdiri atas dua lapisan besi setinggi dua gunung yang mengapitnya,
di tengah-tengahnya dituangkan tembaga yang telah dicairkan dengan panas
sangat tinggi.
Entah teknologi atau arsitektur apa yang digunakan
Dzul-Qarnain dalam merealisasikan bendungan baja tersebut, sehingga
begitu kokohnya hingga dekat datangnya hari kiamat kelak. Tetapi yang
jelas, hal itu tidak terlepas dari bimbingan ilham (wahyu) Allah
kepadanya. Sikap tawadhu Dzul-Qarnain tampak sekali ketika dinding atau
bendungan itu telah selesai dikerjakan. Ia berkata, “Ini (dinding)
adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia
akan menjadikannya hancur luluh, dan janji Tuhanku itu adalah benar!!"
Sebagian riwayat menyebutkan, tempat tinggal Ya’juj dan Ma’juj itu
adalah jurang yang begitu dalam, terkurung oleh dua gunung yang
mendindinginya begitu tinggi, hampir tidak bisa didaki karena begitu
licinnya. Di balik gunung-gunung itu hanya batu-batuan yang sangat curam
dan terjal, serta lautan luas yang begitu ganas gelombangnya. Setelah
jalan keluarnya tertutup dengan dinding yang dibuat oleh Dzul-Qarnain
itu, praktis Ya’juj dan Ma’juj terisolasi dari dunia luar, bahkan sinar
matahari tidak bisa menembus tempat tinggalnya. Namun demikian, dengan
kehendak Allah, mereka tetap bertahan hidup hingga menjelang kiamat
kelak, bahkan berkembang biak dengan sangat cepatnya sehingga jumlahnya
jauh lebih banyak daripada manusia.
Sahabat Abu Hurairah
meriwayatkan, bahwa Nabi SAW menjelaskan kalau setiap harinya Ya’juj dan
Ma’juj itu melakukan penggalian untuk menembus gunung atau dinding baja
tersebut. Setelah seharian penuh melakukan penggalian begitu dalam dan
jauhnya, bahkan hampir saja mereka bisa melihat sinar matahari, salah
satu pemimpinnya akan berkata, “Berhenti, kembalilah kamu sekalian, kita
lanjutkan besok pagi untuk menggalinya!!”
Malam harinya Allah
mengembalikan lagi dinding gunung atau bendungan itu seperti semula,
sehingga pagi harinya mereka harus menggali lagi dari awal. Ketika
mereka telah hampir menembus dan nyaris melihat sinar matahari,
lagi-lagi pemimpinnya menghentikan untuk melanjutkan penggalian keesokan
harinya. Pada malam harinya Allah mengembalikan galian mereka seperti
semula. Begitulah berulang-ulang hingga hari kiamat menjelang, dan
memang seperti itulah yang dikehendaki Allah, Ya’juj dan Ma’juj akan
muncul ketika kiamat benar-benar telah sangat dekat.
Sebagian ulama
berpendapat, ketika kemunculannya menjelang hari kiamat kelak, Ya’juj
dan Ma’juj mempunyai bentuk yang sangat berbeda dengan umumnya manusia
sekarang, walau sebenarnya berasal dari ras manusia juga. Mereka terdiri
dari tiga bentuk dengan ukuran yang berbeda. Pertama mirip dengan lebah
atau pohon besar (al arzi) dengan ukuran yang sangat besar, yakni 120
hasta atau sekitar 60 meter. Kedua ukurannya lebih kecil dan berbentuk
persegi panjang dengan daun telinga yang sangat lebar. Ketika tidur,
satu telinga dipakai untuk alas dan telinga satunya untuk selimut.
Ketiga sangat kecil, tak lebih dari sejengkal saja. Tetapi mereka itu
semuanya bercakar, atau kukunya sangat panjang, dan suaranya seperti
auman singa atau gonggongan anjing.
Tentu sulit dijelaskan secara
ilmiah bagaimana bisa seperti itu, tetapi kalau mengutip Teori Evolusi
Darwin, terlepas bahwa kita tidak boleh mempercayai pendapatnya bahwa
manusia berasal dari jenis primata atau kera, bisa saja Ya’juj dan
Ma’juj mengalami evolusi dan menjalani proses adaptasi sehingga menjadi
tiga bentuk dan ukuran yang berbeda seperti itu. Untuk diketahui, Nabi
Adam AS diciptakan Allah setinggi 60 hasta atau sekitar 30 meter,
tentunya Nabi Nuh AS tidak jauh berbeda dengan beliau. Tetapi apapun
bentuk dan ukurannya, benar atau tidak seperti itu hanyalah Allah saja
yang lebih mengetahui, mereka memang ‘disiapkan’ oleh Allah untuk
menjadi tanda besar datangnya kiamat. Dan mereka semua itu hanya akan
menjadi penghuni neraka jahanam karena tidak ada satupun yang beriman.
Dalam sebuah hadist cukup panjang tentang tanda-tanda kiamat, dari
sahabat Nawwas bin Sim’an, Nabi SAW menceritakan bahwa setelah membunuh
Dajjal dan menyelamatkan kaum muslimin dari fitnahnya, Allah berfirman
kepada Nabi Isa AS, “Sesungguhnya Aku akan mengeluarkan hamba-hamba-Ku
yang tidak akan terkalahkan oleh siapapun juga (maksudnya adalah Ya’juj
dan Ma’juj), karena itu selamatkanlah mereka (yakni kaum muslimin yang
saleh-saleh) ke bukit Thursina…!!”
Maka Nabi Isa membawa kaum
muslimin menuju bukit Thursina, dan tak lama setelah itu, atas kehendak
Allah, dinding baja yang dibuat Dzul-Qarnain berhasil ditembus oleh
Ya’juj dan Ma’juj, yang dengan cepatnya bergerak ‘membanjiri’ bumi di
sekitarnya, seperti digambarkan dalam QS Al Anbiya ayat 96, “Hingga
apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan
cepat dari seluruh tempat yang tinggi...”
Walau dalam bentuk yang
tidak lazim seperti manusia, tetapi Ya’juj dan Ma’juj itu juga
bersenjata semacam panah. Mereka merusak, menyerang dan menghancurkan
apapun yang mereka temui. Manusia dan binatang-binatang yang telah
terbunuh, kecil ataupun besar, langsung dimakannya mentah-mentah. Bahkan
jika ada sesamanya dari Ya’juj dan Ma’juj yang mati, mereka memakannya
juga, dan tidak ada dari mereka yang mati kecuali telah menurunkan
(berkembang biak) paling tidak seribu orang. Ketika melalui danau
Thabariyah yang begitu luas dan penuh airnya, mereka meminumnya hingga
habis dalam sekejab, bahkan bagian belakang dari pasukan Ya’juj dan
Ma’juj ini mendapatinya dalam keadaan kering, dan berkata, “Tentunya di
sini ada air sebelumnya!!”
Hampir seluruh penjuru bumi telah
diserang dan dipenuhi oleh Ya’juj dan Ma’juj, kecuali empat tempat,
Makkah, Madinah, Baitul Maqdis dan bukit Thursina. Sama seperti ketika
Dajjal menjelajah bumi, empat tempat itu dijaga ketat oleh para malaikat
sehingga mereka tidak mampu memasukinya. Di tempat lainnya, hampir
tidak ada manusia yang bertahan hidup, atau kalaupun ada, mereka
merasakan kesengsaraan yang luar biasa. Tidak ada sungai, danau atau
sumber air lainnya kecuali telah mengering dihabiskan airnya. Begitu
juga hampir tidak ada pepohonan dan tanam-tanaman, atau sumber makanan
lainnya kecuali telah dirusak, dihancurkan atau dihabiskan oleh mereka
ini. Bahkan orang-orang yang bertahan hidup di empat tempat tersebut,
termasuk Nabi Isa AS dan para pengikutnya juga mengalami penderitaan
yang tidak terperikan karena terbatasnya makanan. Satu kepala sapi saat
itu bisa lebih berharga dari pada seratus dinar (satu dinar adalah uang
emas berkadar 22 karat dengan berat hampir 4 gram).
Dalam puncak
penderitaan itu, Nabi Isa berdoa kepada Allah agar Ya’juj dan Ma’juj
dilenyapkan, dan Allah mengabulkannya. Tiba-tiba mereka dihinggapi
penyakit, semacam ulat yang menggerogoti leher dan mereka jatuh
bergelimpangan di tempatnya masing-masing. Riwayat lainnya menyebutkan,
mereka dihantam oleh angin puyuh yang pernah menghancurkan kaum ‘Ad, dan
hanya dalam waktu satu jam tidak satupun dari mereka yang masih hidup.
Nabi Isa dan kaum muslimin lainnya langsung sujud syukur. Tetapi
permasalahan belum selesai sampai di situ. Begitu turun dari bukit
Thursina, mereka sangat terganggu dengan adanya bangkai Ya’juj dan
Ma’juj yang tidak mungkin mereka kuburkan secara normal karena begitu
banyaknya. Lagi-lagi Nabi Isa berdoa, dan Allah mengirimkan ribuan
burung sebesar unta, yang berwarna hitam dan berparuh besar. Dengan
paruhnya, mereka membawa bangkai-bangkai itu ke tempat yang tidak dihuni
manusia. Dalam riwayat lainnya, bangkai-bangkai itu dibuang ke laut
untuk makanan ikan-ikan dan penghuni laut lainnya.
Walau bangkainya
telah lenyap, tetapi kotoran Ya’juj dan Ma’juj itu masih berserakan di
seantero bumi, begitu juga dengan baunya yang menusuk hidung. Maka Nabi
Isa kembali berdoa kepada Allah, dan Allah menurunkan hujan yang begitu
derasnya, membersihkan dan menyucikan bumi seperti sediakala. Tetapi
baunya tidak bisa lenyap begitu saja, diperlukan waktu tujuh tahun
sampai bau Ya’juj dan Ma’juj itu benar-benar hilang, terkadang dibantu
dengan menyalakan api untuk mengurangi baunya.
Tentang Ya’juj dan
Ma’juj ini, ada juga sekelompok ulama yang menganggap bahwa nama itu
hanyalah istilah untuk suatu bangsa yang suka menyerang, mengganggu atau
membantai bangsa lainnya. Seperti misalnya pasukan Monggolia yang
dipimpin oleh Hulagu, yang pernah menghancurkan hampir separuh Asia,
termasuk imperium Islam saat itu, berikut simbol-simbol dan buku-buku
ilmu pengetahuan. Tetapi mayoritas ulama menolak pendapat ini, karena
jelas-jelas Al Qur’an dan beberapa hadits sahih menjelaskan
keberadaannya. Wallahu A’lam.
sumber : Ehsan Artikel Islam
http://fadir78.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment